“Jangan begitu !” Demikian teguran Allah, langsung kepada Nabi Muhammad dalam Al-Qur’an. Dikisahkan dalam Surat Abasa. Suatu hari Rosulullah sedang Menerima tamu, para pimpinan, pembesar Qurais yang dipandang memiliki potensi lebih dibanding yang lainnya. di tengah pertemuan itu, saat Nabi sedang memberikan diskusi penting, hingga diharapkan mereka menerima ajaran Islam, datanglah seorang difabel bernama Abdullah bin Ummi Maktum, ingin ikut belajar bersama, tetapi Nabi bermuka masam dan berpaling, beliau enggan menerima.
Merespon sikap Nabi tersebut, Allah langsung menegurnya dengan menurunkan Surat Abasa ayat 1-10 hingga seterusnya… Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling (1) Karena seorang difabel netra telah datang kepadanya (2). Dan tahukah engkau (Muhammad) barangkali dia ingin menyucikan dirinya (3). Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, yang memberi manfaat kepadanya (4). Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup (para pembesar Quraisy) (5). Maka engkau (Muhammad) memberi perhatian kepadanya (6). Padahal tidak ada (cela) atasmu kalau dia tidak menyucikan diri (beriman) (7). Dan adapun seorang (difabel) yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran) (8). Sedang dia takut (9). Engkau (Muhammad) malah mengabaikannya (10). Sekali-kali jangan (begitu)! Sungguh itu suatu peringatan (11)… hingga akhir surat.
Begitulah kisah yang terukir dalam Al-Qur’an, mengajarkan pada kita tentang Penghormatan, Perlindungan dan Pemenuhan hak kepada difabel… yang kemudian, ribuan tahun setelah peristiwa itu, semangat inklusi ini (meskipun tak diakui langsung) telah diadopsi ke dalam Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (Convention on the Rights of Persons with Disabilities / CRPD) Tahun 2006 dan Indonesia meratifikasi CRPD ini pada tahun 2011 melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011.
Kemudian setelah pengundangan CRPD, pemerintah Indonesia juga menerbitkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas … Sejak saat itu seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia wajib Inklusi, dipertegas melalui Permendikbudristek Nomor 48 Tahun 2023 yang mewajibkan satuan pendidikan formal, termasuk Perguruan Tinggi, untuk menyediakan akomodasi yang layak bagi peserta didik penyandang disabilitas. Ini mencakup penyediaan dukungan anggaran, sarana prasarana yang sesuai, serta penyesuaian kurikulum.
Kemudian, lahirlah Peraturan Menteri Agama (PMA) No 1 Tahun 2024 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas di lingkungan Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama, menjadi dasar hukum untuk menyediakan fasilitas dan layanan yang inklusif bagi mahasiswa difabel.
Demikianlah perjalanan 1.400
tahun "pesan inklusi” dari mulai kisah Abdullah bin Ummi Maktum di jaman
Nabi hingga hari-hari ini di tengah perjalanan ini, Kami mendapati hikmah bahwa
Penerimaan bukanlah sekadar membuka pintu, tapi mengulurkan tangan lebih dulu.
Jika anda terpanggil, bergabunglah dalam perjalanan kami di UIN Sunan Kalijaga:
"Empowering Knowledge Shaping The Future".
Oleh :Dr. Asep Jahidin, S.Ag., M.Si Dosen Prodi Ilmu Kesejahteraan Sosial,
Koordinator Pusat Layanan Difabel UIN Sunan Kalijaga