Dilihat 0 Kali

02_685_WhatsApp Image 2025-07-31 at 12.15.47.jpeg
Dekan memberi sambutan Academic Writing Penulisan Proposal Litapdimas FDK

Selasa, 29 Juli 2025 12:11:00 WIB

Merajut Asa Lewat Kata: Mengintip Dapur Penulis Proposal Litapdimas UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta,  Ruang pertemuan di Fakultas Kedokteran UIN Sunan Kalijaga pada Selasa (28/7) lalu tak seperti biasanya. Puluhan dosen dari Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) tampak serius menyimak setiap lontaran kata. Bukan tentang resep sehat atau anatomi tubuh, melainkan tentang seni merangkai kata dan ide menjadi sebuah proposal penelitian Litapdimas yang berdaya guna. Sebanyak 50 dosen ini mengikuti Academic Writing Penulisan Proposal Litapdimas, sebuah lokakarya yang dipantik oleh Prof. Dr. Euis Nurlelawati, M.A., guru besar UIN Sunan Kalijaga yang juga seorang reviewer ulung.

Ketika Proposal Bercerita "Niat"

Suasana menjadi hangat saat Dekan FDK, Arif Maftukhin, berbagi pengalaman pahit manisnya sebagai reviewer Litapdimas. Dengan nada penuh penekanan, ia menyoroti "dosa-dosa" klasik para pengaju proposal. "Mayoritas orang ajukan proposal tidak menyiapkan proposal," ujarnya, menggelengkan kepala. Seolah membaca pikiran para peserta, Arif menjelaskan bahwa kegagalan seringkali sudah terlihat sejak dini, bahkan sebelum reviewer menukik jauh ke dalam substansi.

"Gagal diniatnya," tegas Arif. "Karena sudah bisa dibaca dalam proposalnya itu mulai dari judul, rumusan masalah, daftar isi. Dari situ sudah kelihatan tidak niat membuat proposal, jika beberapa unsur itu tidak sistematik." Sebuah tamparan halus bagi mereka yang kerap meremehkan detail. Bagi Arif, sebuah proposal adalah cerminan dari keseriusan dan "niat" sang peneliti.

Ia kemudian membedah satu per satu bagian proposal yang kerap menjadi "momok" bagi para reviewer. Rumusan masalah, misalnya, seringkali kabur, tidak tajam, dan justru tergelincir pada bahasa sehari-hari. "Mestinya rumusan masalah ilmiah harus membayangkan implikasi epistemologi apa yang akan terjadi," kata Arif, melukiskan betapa rumusan masalah seharusnya menjadi gerbang menuju kedalaman pemikiran ilmiah.

Begitu pula dengan tujuan penelitian. Seringkali, kata Arif, tujuan hanya sekadar salinan rumusan masalah dengan sedikit perubahan tanda baca. Padahal, tujuan seharusnya mencerminkan aksi konkret yang akan dikerjakan dalam penelitian, dengan menggunakan kata kerja yang berbobot epistemologis. Tak ketinggalan, kerangka teori yang seringkali hanya berisi tumpukan definisi, alih-alih menjadi jalinan hubungan antar variabel yang mampu menjawab pertanyaan konseptual.

Menyemai Ide, Menuai Harapan

Arif menutup sambutannya dengan sebuah himbauan yang mengena: proposal penelitian yang baik bukanlah proposal yang dibuat mendadak. Ia mendorong para dosen untuk merajut proposal jauh-jauh hari sebelum pengumuman hibah, berbekal pengamatan jeli terhadap problema riil yang mendesak untuk dipecahkan. "Saya berharap kepada narasumber bisa menularkan ilmunya yang begitu penting sebagai guru besar dan reviewer, untuk menyiapkan proposal Litapdimas jadi lebih baik kepada peserta. Sehingga angka penerimaan proposal bisa dinaikkan signifikan," pungkasnya, menyematkan harapan besar pada pundak sang pembicara.

Dari Fenomena ke Pena: Strategi Jitu ala Prof. Euis

Giliran Prof. Euis Nurlelawati mengambil alih panggung. Dengan tutur kata yang lugas dan sistematis, ia membimbing peserta menyelami seluk-beluk penulisan proposal dan strategi penelitian. Dari mulai meneliti gejala atau fenomena yang berkembang, menetapkan topik dan judul yang memikat, hingga memilih metode yang relevan dan membuat poin-poin masalah yang jelas, semua dibedah tuntas.

Tak hanya sampai di situ, Prof. Euis juga menekankan pentingnya tahap editing setelah penulisan paper selesai. Dengan tiga fokus utama – isi paper, struktur kalimat (grammar, tone, kekuatan kalimat) dan teknis penulisan – ia mengajak peserta untuk melakukan editing dengan teliti dan jujur. "Problem umum penulisan karya ilmiah di Indonesia meliputi substansi karya ilmiah, ketidakjelasan fokus kajian, literature review, konstruksi dan isi paparan, lemahnya analisa, budaya meniru vs budaya melirik ketentuan, problem bahasa dan moral dan spirit," kata Prof. Euis, membuka mata para peserta tentang tantangan yang kerap dihadapi.

Diskusi pun berlangsung hangat dan interaktif. Banyak peserta yang tak ragu melontarkan pertanyaan, menunjukkan antusiasme tinggi untuk menyusun proposal yang lebih baik. Di tengah tawa dan seriusnya pembahasan, terselip harapan besar bahwa dari ruang ini, akan lahir proposal-proposal berkualitas yang mampu membawa angin segar bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat. Sebuah lokakarya yang bukan sekadar transfer ilmu, melainkan investasi pada masa depan riset dan kontribusi nyata dari UIN Sunan Kalijaga. (Kh)