Relasi erat
antara kiai dan santri di lingkungan pesantren, yang selama ini lebih dikenal
sebagai jalinan legitimasi agama dan kepemimpinan, ternyata menyimpan potensi
besar dalam mendorong kemandirian ekonomi pesantren. Hal ini terungkap dalam
penelitian disertasi Muhammad Toriq Nurmadiansyah, dosen Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang berhasil meraih gelar doktor di
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Kampus Sambelegi dengan predikat
sangat memuaskan, Senin (14/7) kemarin.
Penelitian Toriq menunjukkan bahwa loyalitas santri
yang tinggi terhadap kiai menjadi fondasi utama keberhasilan pengelolaan
berbagai unit usaha berbasis pesantren. Studi yang mengambil lokus di pesantren terkemuka di Jawa Barat seperti Pesantren Kebon Jambu al-Islamy, Al-Biruni dan Al-Muntadzor, membuktikan
bagaimana hubungan patron-klien secara langsung memengaruhi kesuksesan ekonomi,
mengintegrasikan keterampilan kewirausahaan santri dalam manajemen ekonomi
pesantren untuk memastikan keberlanjutan.
Toriq
menjelaskan, penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif,
mengaplikasikan teori patron-klien dan resiprositas. Teori patron-klien dipakai
untuk memahami dinamika ketundukan santri kepada kiai, sementara teori
resiprositas membantu menjelaskan pertukaran non-ekonomis yang terjadi dalam
jejaring ekonomi pesantren. Data dikumpulkan melalui observasi langsung,
wawancara mendalam, dan dokumentasi, dengan teknik triangulasi untuk
memvalidasi temuan.
"Manajemen
ekonomi di pesantren mencerminkan sinergi nilai-nilai kekeluargaan,
spiritualitas, dan kebersamaan yang menjadi fondasi budaya pesantren,"
ungkap Toriq. Ia menambahkan bahwa struktur patron-klien yang diterapkan di
pesantren tidak hanya menciptakan kemandirian finansial santri, tetapi juga
memperkuat ikatan resiprositas serta tanggung jawab kolektif.
Keberhasilan
manajemen ekonomi pesantren, menurut Toriq, bukan semata karena strategi yang
efektif, melainkan manifestasi dari prinsip spiritual, kepercayaan, dan
kebersamaan. Lebih lanjut, manajemen ekonomi ini tidak hanya memperkuat
kemandirian finansial pesantren, tetapi juga membangun jaringan ekonomi yang
solid. Pesantren bertransformasi menjadi lembaga yang dinamis dan responsif
terhadap perubahan ekonomi, bahkan mampu mengadaptasi teknologi modern.
Dalam
paparannya, Toriq menekankan bahwa manajemen ekonomi di pesantren dapat menjadi
katalisator untuk menciptakan model ekonomi yang mengintegrasikan nilai
spiritual dengan inovasi ekonomi.
Penelitian
ini diharapkan memiliki kontribusi signifikan di ranah akademis maupun praktis.
Secara teoritis, studi ini diharapkan menjadi rujukan baru bagi peneliti yang
mengkaji manajemen pesantren dan jaringan ekonomi berbasis relasi patron-klien.
Penelitian ini juga menawarkan perspektif baru dalam kajian relasi patronase,
yang selama ini lebih banyak diarahkan pada aspek politik dan kepemimpinan.
Secara
praktis, temuan ini diharapkan menjadi model dan pengembangan baru bagi
kajian-kajian pesantren, khususnya yang berkaitan dengan kemandirian ekonomi
pesantren dan penguatan relasi sosial antara kiai dan santri dalam konteks
pemberdayaan ekonomi berbasis pesantren. (Kh)