Dilihat 0 Kali

02_597_WhatsApp Image 2025-07-14 at 13.10.12.jpeg
Muhammad Toriq Nurmadiansyah menyampaikan teorinya di sidang terbuka promosi doktor.

Jumat, 18 Juli 2025 15:26:00 WIB

Loyalitas Santri Kunci Kemandirian Ekonomi Pesantren: Dosen FDK Raik Gelar Doktor

Relasi erat antara kiai dan santri di lingkungan pesantren, yang selama ini lebih dikenal sebagai jalinan legitimasi agama dan kepemimpinan, ternyata menyimpan potensi besar dalam mendorong kemandirian ekonomi pesantren. Hal ini terungkap dalam penelitian disertasi Muhammad Toriq Nurmadiansyah, dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang berhasil meraih gelar doktor di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Kampus Sambelegi dengan predikat sangat memuaskan, Senin (14/7) kemarin.

Penelitian Toriq menunjukkan bahwa loyalitas santri yang tinggi terhadap kiai menjadi fondasi utama keberhasilan pengelolaan berbagai unit usaha berbasis pesantren. Studi yang mengambil lokus di pesantren terkemuka di Jawa Barat seperti Pesantren Kebon Jambu al-Islamy, Al-Biruni dan Al-Muntadzor, membuktikan bagaimana hubungan patron-klien secara langsung memengaruhi kesuksesan ekonomi, mengintegrasikan keterampilan kewirausahaan santri dalam manajemen ekonomi pesantren untuk memastikan keberlanjutan.

Toriq menjelaskan, penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, mengaplikasikan teori patron-klien dan resiprositas. Teori patron-klien dipakai untuk memahami dinamika ketundukan santri kepada kiai, sementara teori resiprositas membantu menjelaskan pertukaran non-ekonomis yang terjadi dalam jejaring ekonomi pesantren. Data dikumpulkan melalui observasi langsung, wawancara mendalam, dan dokumentasi, dengan teknik triangulasi untuk memvalidasi temuan.

"Manajemen ekonomi di pesantren mencerminkan sinergi nilai-nilai kekeluargaan, spiritualitas, dan kebersamaan yang menjadi fondasi budaya pesantren," ungkap Toriq. Ia menambahkan bahwa struktur patron-klien yang diterapkan di pesantren tidak hanya menciptakan kemandirian finansial santri, tetapi juga memperkuat ikatan resiprositas serta tanggung jawab kolektif.

Keberhasilan manajemen ekonomi pesantren, menurut Toriq, bukan semata karena strategi yang efektif, melainkan manifestasi dari prinsip spiritual, kepercayaan, dan kebersamaan. Lebih lanjut, manajemen ekonomi ini tidak hanya memperkuat kemandirian finansial pesantren, tetapi juga membangun jaringan ekonomi yang solid. Pesantren bertransformasi menjadi lembaga yang dinamis dan responsif terhadap perubahan ekonomi, bahkan mampu mengadaptasi teknologi modern.

Dalam paparannya, Toriq menekankan bahwa manajemen ekonomi di pesantren dapat menjadi katalisator untuk menciptakan model ekonomi yang mengintegrasikan nilai spiritual dengan inovasi ekonomi.

Penelitian ini diharapkan memiliki kontribusi signifikan di ranah akademis maupun praktis. Secara teoritis, studi ini diharapkan menjadi rujukan baru bagi peneliti yang mengkaji manajemen pesantren dan jaringan ekonomi berbasis relasi patron-klien. Penelitian ini juga menawarkan perspektif baru dalam kajian relasi patronase, yang selama ini lebih banyak diarahkan pada aspek politik dan kepemimpinan.

Secara praktis, temuan ini diharapkan menjadi model dan pengembangan baru bagi kajian-kajian pesantren, khususnya yang berkaitan dengan kemandirian ekonomi pesantren dan penguatan relasi sosial antara kiai dan santri dalam konteks pemberdayaan ekonomi berbasis pesantren. (Kh)