Dilihat 0 Kali

UIN SUKA

Rabu, 07 Februari 2024 15:44:31 WIB

Esensi Isra’ Mikraj dan Teladan Pemimpin

 Tatkala Nabi Muhammad saw pertama kali menyampaikan peristiwa Israk Mikraj yang  legendaris  itu, banyak orang tidak percaya. Kaum kafir Quraish bahkan menuduh Nabi telah gila. Karena secara rasional, perjalanan yang ditempuh nabi dari masjidil Haram (Makkah) ke masjidil Aqsha (Palestina), kemudian naik ke langit, tidaklah mungkin ditempuh hanya dalam satu malam. Adalah Abu Bakar satu-satunya sahabat nabi yang pertama percaya atas peristiwa tersebut. Keyakinan Abu Bakar bukan atas dasar rasio semata, tetapi  karena keimanan yang kokoh atas kejujuran dan keteladanan nabi selama ini.

Sungguh mengharukan  uraian yang disampaikan Annemarie Schimmel dalam bukunya, Dan Muhammad Adalah Utusan Allah (2009: 127). Schimmel sebagai seorang orientalis,  mampu menilai secara jujur bagaimana keteladanan Nabi sebagai pemimpin umat. Dalam pandangan Schimmel, Nabi Muhammad SAW adalah seorang pemimpin yang sederhana, jujur, egaliter dan mampu mewujudkan satunya kata dengan tindakan. Nabi sebagai pemimpin umat, selalu memberi perhatian yang tulus kepada umatnya. Nabi selalu menguatamakan teladan moral (akhlak), baik dalam ucapan maupun perbuatan. Bahkan Nabi sangat terbuka menerima kritik dari sahabat dan umat (rakyatnya).    

Memahami Esensi

Dengan jujur Schimmel menilai, bahwa esensi yang terkandung di dalamnya, bukan memperdebatkan benar tidaknya Nabi secara jasmani melakukan peristiwa itu. Tetapi yang lebih penting dalam pandangan Schimmel adalah untuk memahami esensi  Israk Mikraj itu sendiri, yaitu perintah untuk menjalankan ibadah shalat bagi umat Islam. Suatu peristiwa yang mengandung makna penting  yang luar biasa.

Adanya perintah sholat bagi umat Islam menjadi inti sari (pesan utama) dari peristiwa Israk Mikraj Nabi. Melalui sholat terkandung pesan luar biasa tentang pentingnya menjaga persatuan umat (berjamaah), memilih pemimpin yang terbaik (imam), bagaimana syarat pemimpin (imam), sehingga kegiatan sholat berjalan dengan baik dan berkualitas. Aktifitas sholat berjamaah sangat relevan diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan masyarakat yang rukun, damai, sejahtera dan berkualitas.  Ada aspek teladan kepemimpinan yang bisa dilihat dari aktifitas sholat berjamaah. Seorang pemimpin (imam sholat) tidak boleh asal-asalan, melainlan harus dipilih yang terbaik bacaannya, terbaik akhlaknya, dan juga dilihat faktor usianya. Imam sholat   (pemimpin) juga harus bisa menjadi teladan  moral di tengah masyarakat.

Pentingnya keteladanan dari seorang pemimpin berlaku dalam arti luas baik dalam meminpin sholat maupun memimpin masyarakat (negara). Melalui teladan kepemimpinan inilah masyaraakat (jamaah) bisa mendapatkan kesejukan, kedamaian dan kesejahteraan yang berkualitas.

Betapa banyak orang yang rajin sholat, pakai peci, pakai baju koko, memegang tasbih, hingga fasih mengucapkan salam, namun tetap juga melakukan berbagai  kejahatan kepada rakyat. Dengan kekuasaan yang dimiliki, mereka bisa membangun masjid di berbagai tempat, namun disisi lain juga mereka  (pemimpin) tetap melakukan korupsi, membohongi rakyat, merekayasa aturan dan bahkan menyuburkan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.   Tentu tindakan yang demikian tidak sesuai dengan esensi sholat sebagai janji dan komunikasi yang dilakukan dengan Tuhan untuk selalu berbuat baik dan jujur dalam  kehidupan.

Teladan

Ketika setiap muslim memahami esensi sholat sebagai doa dan komunikasi dengan Tuhan, tentu akan muncul keteladan dalam diri setiap muslim. Mereka yang khusu’ dalam menjalankan ibadah sholat akan selalu berusaha mewujdkan satunya kata dengan perbuatan. Apakah dia sebagai rakyat jelata atau pemimpin negara, dalam sholat yang khusu’ terjadi komunukasi dan janji kepada Tuhan untuk selalu berbuat baik di muka bumi.

Demikain pula halnya dengan seorang pemimpin yang khusu’ dalam sholatnya tentu akan selalu berusaha memberi teladan terbaik untuk rakyat. Ketika pemimpin memberi teladan dengan kejujuran, keegaliteran, kesederhanaan, maka rakyat pun akan mencintai pemimpinnnya. (*)

 (Oleh Dr. Hamdan Daulay, M.Si. M.A. Ketua Program Magister KPI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta- Karya dipublikasikan oleh SKH Kedaulatan Rakyat, Rabu 07 Februari 2024)