Dilihat 0 Kali

02_210_WhatsApp Image 2025-06-10 at 08.18.28.jpeg
Bayu Mitra A. Kusuma, Dosen Prodi Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Raih Ph.D Asia-P

Senin, 09 Juni 2025 13:52:00 WIB

Berhasil Pertahankan Disertasi, Dosen FDK Raih Ph.D Asia-Pacific Di NDHU Taiwan

HUALIEN, TW – Suatu siang di musim semi, bertempat di Ruang Sidang D108 dan disaksikan oleh sekitar dua puluh mahasiswa doktoral Universitas Nasional Dong Hwa (NDHU) di Taiwan, Bayu Mitra A. Kusuma, Dosen Prodi Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul: Disaster Governance in Regencial Indonesia: A Case Study on Migrant Workers Mass Repatriation in Banyuwangi Due to the COVID-19 Outbreak, Senin (9/6).

Di bawah arahan Advisor berkebangsaan Jerman, Prof. Dr. Markus Porsche-Ludwig, Bayu mulai menjalani studi S3 di The Ph.D. Program in Asia-Pacific Regional Studies, College of Humanities and Social Sciences, National Dong Hwa University (NDHU), Taiwan tahun 2021. Ini berarti bahwa Bayu memulai studi S3 ketika COVID-19 sedang merajalela. 

Empat tahun berselang, Bayu menjalani ujian terbuka final oral defense di hadapan Advisor, penguji internal, dan penguji eksternal seperti Associate Prof. Dr. Li-Fang Liang (Department of Sociology NDHU), Associate Prof. Dr. Kerri Chen (College of Management NDHU), Prof. Dr. Peter Kang (National Taiwan Normal University), dan Prof. Dr. Doo-Chul Kim (Okayama University, Japan).

Untuk membuka presentasinya, Bayu mengemukakan bahwa pandemi COVID-19 telah mengakibatkan peningkatan pengangguran global secara ekstrem, di mana pekerja migran adalah salah satu kelompok paling terdampak. Bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI), kondisi ini menyebabkan mereka kehilangan pendapatan sehingga memicu sebuah fenomena besar yaitu repatriasi massal.

menurut Bayu fenomena tersebut memunculkan dilema, di satu sisi PMI adalah warga negara yang berhak pulang kapan saja, namun di sisi lain kepulangan massal PMI dapat memantik penularan virus yang lebih luas. Oleh karena itu repatriasi massal PMI perlu ditangani dengan serius agar tidak memicu bencana yang lebih besar. Hal ini memaksa perubahan signifikan dalam mekanisme repatriasi PMI, antara lain meningkatnya porsi keterlibatan pemerintah daerah.

Bayu menerangkan ketiadaan literatur yang secara spesifik membahas peran pemerintah daerah dalam tata kelola repatriasi PMI khususnya pada periode krisis menjadi salah satu gap diskursus yang mendorong Bayu untuk melakukan penelitian ini. Banyuwangi dipilih sebagai lokus penelitian karena telah lama dikenal sebagai salah satu daerah dengan jumlah PMI tertinggi nasional.

Dalam penelitiannya, Bayu menggunakan Teori Institusionalisme yang menekankan pada interdependensi legal norms dan social norms sebagai berikut: Pertama, identification of relevant institution. UU Nomor 18 Tahun 2017 menjelaskan bahwa perihal PMI merupakan otoritas pusat. Namun pandemi menunjukkan bahwa otoritas yang tersentralisasi tak lagi relevan dalam situasi krisis sehingga dibutuhkan peran pemerintah daerah.

Kedua, institutional influence on actor behavior. Dalam penanganan repatriasi massal PMI, pemerintah daerah mengimplementasikan kebijakan pemerintah pusat dengan pendekatan lokal, membangun kepercayaan masyarakat dengan mengintegrasikan norma sosial dalam prosedur formal, dan menciptakan mekanise yang tidak hanya sah secara hukum, tapi juga dapat diterima secara sosial.

Ketiga, the dynamics of institutional change. Di tengah penanganan repatriasi massal PMI, interaksi antara tekanan dari pemerintah pusat sebagai legal norms dan dinamika masyarakat sebagai social norms terbentuk dalam proses adaptasi kelembagaan lokal, ko-produksi kebijakan, legitimasi hukum melalui norma sosial, dan perubahan institusi informal ke formal.

Keempat, the role of path dependence. Ketika prosedur pemerintah gagal mengakomodasi penghormatan pada PMI sebagai nilai lokal yang sudah mapan, path dependence menjadi kekuatan negatif yang menghambat kebijakan. Sebaliknya ketika inisiatif masyarakat seperti karantina lokal dapat disesuaikan atau memperkuat prosedur pemerintah, maka path dependence menjadi kekuatan positif dalam menghadapi krisis.

Terakhir, institutional resilience level. Pemerintah daerah adalah jembatan antara norma hukum dari pusat yang menyediakan struktur dan prosedur dengan norma sosial yang berperan sebagai mekanisme penerimaan di tingkat akar rumput. Dalam konsisi tertentu, pemerintah daerah membutuhkan mediator sosial seperti tokoh agama untuk membangun narasi publik guna menyampaikan kebijakan sekaligus memperkuat ketahanan institusi dalam penanganan repatriasi massal PMI.

Alasan Banyu yang kelahiran Banyuwangi, mengkaji PMI dalam disertasinya adalah karena di daerah asalnya merupakan salah satu daerah kantong keberangkatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) tertinggi nasional. "Saya melihat bagaimana tetangga, kerabat, dan teman saya berangkat ke luar negeri menjadi PMI. Nah, PMI adalah salah satu bentuk dari SDM internasional, namun sayangnya kebanyakan bekerja di sektor informal. Saya memiliki harapan, ke depan SDM internasional kita yang pergi ke luar negeri lebih banyak bekerja di sektor formal dan memiliki jenjang karir yang bagus." kata Bayu.

Sebagai penutup presentasi dan penegasan kontribusi teoritis, Bayu mendorong agar Teori Institusionalisme lebih memperhitungkan dinamika antara struktur formal dan informal, serta fleksibilitas lokal dalam menghadapi krisis global. Ini sekaligus memberikan gambaran yang autentik tentang perlunya revisi pada UU Nomor 18 Tahun 2017, yaitu pelibatan lebih luas pemerintah daerah terkait tata kelola repatriasi PMI dalam situasi krisis.(Byu-Kh)